Neracabisnis.com, Jakarta, 21 Juli 2020 – Drama baru dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) selaku pemegang konsesi pengelolaan Pelabuhan Marunda dengan para krediturnya kembali terjadi. Penetapan perdamaian antara PT KCN dengan para krediturnya harus kembali tertunda, setelah pekan sebelumnya majelis hakim memperpanjang masa sidang selama sepekan.
Drama yang terjadi dalam proses sidang perdamaian PT KCN dan krediturnya dalam sidang yang digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Senin (20/7), kali ini soal belum ditemukannya kata sepakat perihal “fee” atau pembayaran tim Pengurus PKPU PT KCN yang dipimpin Arief Patramijaya. Sejatinya pihak termohon dalam hal ini PT KCN berharap pada sidang kali ini majelis hakim sudah bisa menetapkan putusan tetap perdamaian dengan para kreditur. Pasalnya proses perdamaian ini telah tertunda oleh berbagai drama dalam persidangan-persidangan sebelumnya.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Robert SHM Mhum, pengurus PKPU PT KCN Arief Patramijaya mengemukakan sejumlah hal. Disampaikan Patra, pihaknya sudah memasukkan laporan akhir terkait perintah pembahasan perjanjian perdamaian, dan sudah ditandatangani pihak kreditur dan debitur.
Ia juga menyebutkan pihaknya telah mengirimkan surat terkait pembayaran pada 12 Juli 2020 oleh debitur pada pihak kreditur sebagai upaya perdamaian di luar mekanisme persidangan yang seharusnya diketahui pengurus.
“Karena sudah ada pembayaran, kami megirimkan surat kepada kreditur untuk mengembalikan terlebih dahulu. Karena tidak boleh ada pembayaran sebelum ada pengesahan,” kata Patra. Ia menyebut korespondensi ini belum direspon oleh kreditur maupun debitur. Masih menurut Patra, terdapat keberatan dari kreditur Juniver Girsang dan Broertje Maramis tekait pembayaran sebelum pengesahan proposal perdamaian.
Berikutnya Patra pun menyampaikan bahwa besaran fee untuk pengurus saat ini belum direspons oleh debitur. “Sampai hari ini kami dari pihak debitur belum ada respons terkait tentang “fee”pengurus,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan pengurus, Kuasa Hukum PT KCN Agus Trianto mengemukakan, dilakukannya penandatanganan perjanjian perdamaian menurutnya merupakan bentuk komitmen debitur untuk menjalankan semua proses persidangan, termasuk komitmen untuk membayar kewajiban secara tunai.
“Soal pembayaran itu merupakan bukti itikad baik kami, dan bukan merupakan bentuk pembayaran seperti yang disampaikan pengurus. Kami memahami bahwa sesuai undang-undang pelaksanaan pembayaran harus diketahui pengurus,” kata Agus. “Itu bentuk garansi atau jaminan atas perjanjian yang sudah disepakati,” imbuhnya.
Agus juga mengatakan, pihaknya tidak ingin dipersalahkan atas semua yang telah dijanjikan kepada pihak kreditur. “Kami khawatir akan dianggap default jika tidak memberikan keterjaminan pada kreditur,” tambah Agus.
Soal fee pengurus, menurut Agus, kliennya menilai tingkat kompleksitas dan kesulitan pekerjaan yang dijalankan pengurus hingga jumlah kreditur yang hanya enam pihak. Berikutnya PT KCN mengajukan penawaran angka fee bagi pengurus, dan belum mendapatkan jawaan dari pengurus.
Dalam kesempatan yang sama, Dirut PT KCN, Widodo Setiadi mengaku bingung dengan beberapa pihak. Hal itu disampaikan oleh Widodo dihadapan yang mulia majelis hakim. “Karena kami harus menjaga koorporasi ini. Stakeholder didalam KCN itu ada 6 salah satunya yang melaporkan kami kepada pihak kepolisian yaitu Polda Metro Jaya adalah pihak KBN”, Ungkapnya dihadapan Majelis Hakim
Perlu diketahui kata Widodo bahwa pemohon PKPU yaitu memang lawyer kami dan pada saat PKPU itu pun kami tidak mencabut kuasa begitu juga sebaliknya. Pihak pa Juniver pun tidak pernah mebatalkan atau mengembalikan statusnya sebagai lawyer PT KCN.
“Kami mempertanyakan apakah Juniver saat ini lawyer PT KCN atau bertindak sebagai Lawyernya pihak KBN”, Tutur Widodo
Dalam persidangan diketahui bahwa pihak pengurus berkeras meminta fee maksimal sebesar 5,5% dari total nilai gugatan, atau sekitar Rp7,804 miliar, yang tidak bisa dikabulkan PT KCN. Sementara pihak KCN menawarkan fee sebesar Rp500 juta, dengan menimbang rendahnya tingkat kompleksitas perkara dan jumlah kreditur yang hanya terdiri dari enam pihak, serta mayoritas telah menyatakan sepakat untuk berdamai.
Anggota majelis hakim pemutus Desbeneri Sinaga SH dalam kesempatan sidang meminta agar pengurus kembali melakukan pembicaraan dengan debitur terkait angka pembayaran. Ia juga mengatakan angka fee 5,5% memang sudah sesuai dengan regulasi, “Namun angka 5,5% itu angka maksimal, itu batas atasnya. Paling banyak. Oleh karenanya coba lah (mencari kata sepakat, red),” ujar Desbeneri.
Desbeneri pun menegaskan bahwa proses yang ada di PKPU sejatinya untkj mencari kata sepakat atau perdamaian. “Nafasnya PKPU itu perdamaian. Kalau memang tidak mau berdamai jangan ke PKPU,” tegasnya. Apalagi berdasarkan perjanjian perdamaian yang diajukan, sudah ditandatangani oleh empat kreditur, dan hanya dua pihak yang menolak. “Dan perdamaian telah memenuhi syarat,” imbuhnya.
Sayangnya proses damai hari ini masih belum bisa diputus oleh Majelis Hakim Pemutus, karena masih tersangkut oleh adanya persoalan pembayaran untuk tim pengurus. Untuk itu Majelis Hakim memutuskan untuk melanjutkan sidang dua hari berikutnya untuk menemukan kata sepakat soal pembayaran tim pengurus tadi, dan sidang putusan akan digelar pada Jumat 24 Juli 2020.
“Masalah fee akan diberi waktu hingga Rabu, dan perkara ini akan kita putus pada hari Jumat tanggal 24 Juli 2020,” kata Ketua Majelis Hakim Pemutus Robert SH Mhum sambil mengetok palu selesainya sidang. Neracabisnis.com/Helmi MZ