Bincang Bersama Rudi Kuswanto (Jurnalis dan Pegiat Humas)
Menjadi seorang jurnalis memiliki tantangan di masing-masing jaman. Mulai dari mesin ketik jadul, hingga kini hadir teknologi komputer yang paling canggih.
Pengalaman inilah yang dirasakan oleh Rudi Kuswanto, jurnalis yang mengawali jam edar di lapangan ketika di kondisi di tanah air sedang tidak baik-baik saja. Ia mengawali karier di industri jurnalistik di Majalah Prospek yang merupakan rintisan media dari Grup Jawa Pos yang waktu itu ingin menjajal peruntungan di luar bisnis utamanya yakni penerbitan koran.
“Waktu itu saya baru lulus kuliah dan mendapat panggilan kerja di Majalah Prospek yang berkantor di Jakarta. Setelah melewati serangkaian ujian tulis dan tes lapangan, saya berhasil diterima dan ditempatkan di desk ekonomi dengan penekanan mencari berita-berita terkait pasar modal,” kenangnya sambil mengatakan kondisi waktu itu, di ibu kota sedang marak isu reformasi yang diteriakkan oleh para mahasiswa.
[Rudi Kuswanto | Jurnalis | Pegiat Humas. Foto: Ist]
Terlepas dari isu soal kondisi makro di tanah air yang cukup mengkhawatirkan, Rudi yang juga biasa dipanggil Erkoes ini mengenal soal tools atau perlengkapan yang digunakan oleh seorang wartawan dengan mobilitas tinggi di lapangan. Ia mengenang, dulu setiap reporter dibekali 1 unit tape recorder dengan ukuran kaset besar dan sebuah Pager yang sifatnya komunikasi satu arah.
“Tantangannya kaset yang digunakan untuk merekam ini jumlahnya terbatas, sehingga 1 kaset bisa ditimpa untuk beberapa kali wawancara. Kemudian untuk pager ini hanya memberikan informasi singkat dari kantor berupa teks yang masuk ke sebuah alat berbentuk kotak kecil yang dibawa kemana-mana, biasanya berisi acara, tempat dan jam yang harus dikejar oleh reporter. Handphone belum ada waktu itu,” imbuh Erkoes.
Ia menambahkan, tentu alat-alat yang digunakan oleh seorang jurnalis pada waktu itu sulit dibayangkan oleh reporter jaman sekarang. “Pastinya temen-temen wartawan sekarang merasa aneh dengan dengan alat-alat jadul tersebut. Sekarang semua serba dimudahkan hanya dengan sebuah handphone pintar yang fiturnya sudah mencakup fungsi untuk merekam audio bahkan sudah bisa untuk merangkap menjadi fotografer dadakan jika kondisi kepepet,” ujarnya.
Meski sekarang ini serba mudah, Erkoes melihat tantangan jurnalis era sekarang lebih kepada kreatifitas dalam menuangkan karya tulis jurnalistiknya. “Mendapatkan informasi saat ini begitu gampang di internet, berita-berita juga seringnya terlihat seragam antara satu media dengan media lainnya. Di sinilah naluri seorang wartawan dituntut menghadirkan kedalaman tulisan terkait fakta dan narasumber yang relevan. Jangan mudah puas, cari apa yang membuat tulisan kita berbeda,” tukasnya. (*)